Selasa, 09 Juli 2013

Kolam Lampu

Bandung telah menyambutku dengan sambutan hangat.
Dan aku telah di sini tuk menghadapi tantangan-tantangannya.
Aku tinggal di rumah dari keluarga yang dikepalai oleh sepupunya mommy.
Mereka tinggal di Balikpapan dan memiliki rumah di Bandung yang akan dijadikan kos-kosan.
Keluarga bahagia tersebut terdiri dari Kepala keluarga, Ibu rumah tangga, 2 anak perempuan, dan 2 anak laki-laki. 

Seorang yang dipanggil Ayah oleh anggota keluarga tersebut adalah sepupu mommy.
Aku memanggilnya "mak angah", dan "tek yus" untuk istrinya.
Tek yus adalah adik ipar dari sepupu mommy yang lain.
Memang ribet, tapi jika diamati garis silsilahnya tidak juga rumit.

Karena bahasa minangnya "kakak perempuan" itu adalah "uni",
Maka anak pertama dari pasangan tersebut kupanggil "uni putri".
Dia seumur dengan bang Dholi.
Saat itu ia baru saja menyelesaikan pendidikan kedokteran gigi unpad-nya, dan sedang menyelesaikan koas.

Adik pertamanya uni putri adalah uni silmi.
Dia juga lagi kuliah di kedokteran gigi unpad.
Mereka berdua mirip sekali. 
Pernah adik sepupunya yang masih kecil dengan polosnya bertanya "ini uni silmi kan?" ketika dijawab iya, ia malah balik bertanya "masak sih? enggak ah, ini uni putri."
Aku juga pernah bingung membedakan yang mana yang uni putri, yang mana yang uni silmi.
Tapi semenjak serumah, tidak lagi begitu.

Afiq adalah anak laki-laki pertama dikeluarga itu.
Kami sama-sama baru lulus SMA dan sama-sama mau masuk ITB.
Dia lahir pada tahun 1995.
Harusnya dia ku panggil "abang".
Aku juga punya sepupu jauh lainnya yang lebih muda 7 hari dariku.
Dan dia memanggilku "bang zamrud", sama seperti adik-adik sepupu ku yang lain memanggilku.
Tetapi, karena tempat tinggalnya jauh di Balikpapan, dan kami baru bertemu dan kenal ditahun ini, aku memanggilnya sama seperti aku memanggil teman-temanku yang lain.

Satu lagi,
Ismael yang kerap dipanggil rajo adalah anak terakhir dan tergemuk di keluarga itu.
Saat itu ia baru saja naik kelas 5 sd.
Dibalik jauhnya jarak umur antaranya dan abangnya, ia tetap bisa tersenyum riang dengan membayangkan ada drum didepannya.
Bermain drum adalah hobi dan bakatnya.
Tanpa les, dan dengan sedikit bimbingan dari abangnya, ia mampu menabuh drum dan mengiringi musik kesukaannya.
Starlight-muse lah yang paling sering ia nyanyikan.
Dia lah anak yang paling menggemaskan dikeluarga ini.

Rumah yang kutinggali itu baru saja di resmikan pada Desember tahun lalu.
Ada 12 kamar didalamnya.
5 kamar dilantai dasar, 7 kamar di tingkat atas.
Rumah ini berada tepat didepan Politeknik Manufaktur ITB.

Dari enam orang anggota keluarga bahagia itu, hanya uni putri dan uni silmi yang tinggal disana.
Mereka ditemani oleh kak aten yang telah mengasuh mereka sejak kecil.
Karena terlalu jauh dari rumah yang berada di dago untuk kekampusnya yang berada di djatinangor, uni silmi lebih sering di kosan nya yang berada di djatinangor,
Empat anggota lainnya masih berada di Balikpapan. 

Kamarku ada dilantai atas.
Jendelanya besar, hampir 2/3 dinding adalah jendela.
Karena rumah ini terletak tepat sebelum turunan, dari kamarku Bandung begitu terlihat indah.
Lika-liku jalan yang naik-turun, tiang-tiang listrik yang saling bergandeng kompak dengan kabel-kabelnya, atap-atap ribuan rumah dan bangunan lainnya menghampar luas bak samudera, gunung-gunung mengelilingi kami seperti pagar, rasanya semua ini tak ingin kulewatkan.
Setiap malam, lampu kumatikan, gorden kubiarkan terbuka, dari tempat tidurku kumelihat Bandung seperti kolam lampu yang dibatasi oleh gunung-gunung. subhanallah.
Aku tak tahu dimana tepinya gunung-gunung itu.
Daerah ini seolah dipagari oleh pegunungan.
Arahmanapun mata memandang, ujungnya adalah gunung.
Keren.

Ketika Akbar datang dan ingin ngekos dirumah ini juga, barulah aku tahu bahwa rumah ini ternyata dipersiapkan untuk menjadi kos putri.
Namun, berhubung belum ada mahasiswi yang tinggal disana kecuali uni putri dan uni silmi, dan atas kebaikan mak angah, Akbar dipersilakan untuk tinggal disana selama mempersiapkan SBMPTN.

Bisa kusimpulkan bahwa aku hanya bisa menikmati indahnya kolam lampu hingga saat SBMPTN usai saja.
Tidak mungkin aku tinggal bersama mahasiswi-mahasiswi yang ngekos dirumahnya mak angah.
Oleh karena itu, tiap malam aku tak pernah mau ketinggalan kolam lampunya si-Bandung.

1 komentar: