Minggu, 30 Juni 2013

Antara si Hitam dan Biru

Minggu 30 Juni 2013.
Setelah memutar otak, membanting tulang, memeras keringat, kuselesaikan tantangan pertama si-Bandung.
Kini aku di Bekasi, aku tinggal di rumah adeknya mommy.
Menurut ilmu bahasa Indonesia, seharusnya aku menyebut sang tuan rumah dengan sebutan "paman & bibi" atau "om & tante".
Karena tiada yang melarang, aku pun memanggil mereka dengan sebutan "ayah & ibu".

Sebenarnya ada banyak cerita Bandung yang harus ku sampaikan pada si Unta di tengah kota ini.
Namun dengan alasan "mumpung masih hangat", kejadian tadi siang memaksaku tuk langsung melapor pada si Unta.

Hari ini Ibu mengajakku tuk menghadiri walimah yang akan di adakan di jakarta pukul 11.00.
Kami pun berangkat dengan pakaian resmi untuk menghormati sang pengundang.
Ayah dengan batik birunya yang gagah, Ibu mengenakan kebaya putihnya nan anggun, dan aku hanya bermodalkan batik cokelat pemberian nambo (kakek).

Alhamdulillah dengan 1 jam perjalanan, kami hadir dengan 3 menit keterlambatan.
Setelah menyantap sambutan-sambutan, kami pun dipersilakan tuk menyantap hidangan.
Hingga saat kami mencicipi hidangan satu per satu, kami belum menemukan kursi dan orang duduk.
Apalah daya, Jakarta sudah terkenal dengan standing party-nya.
Tanpa ragu, ku lahap semua yang ada. Sedikt-sedikit, tapi semua.
Hingga lidah ini kelu karena zupa soup yang super panas.

Perut telah kenyang, dan jam menunjukkan pukul 12.30.
Kami harus pamit dengan menyalami penganten sembari berfoto.

Avanza hitam Ayah pun melaju menuju pom bensin daerah kuningan.
Bukan karena si-Avanza lapar, tapi karena Ayah mau ambil uang di ATM pom bensin tersebut.
Setelah Avanza parkir ditempat teduh dan nyaman, Ayah turun menuju ATM.
Aku yang duduk sendiri di bangku tengah pun bersandar di pintu kiri, meluruskan kaki ke pintu kanan.
Tanpa terasa mataku terpejam, kesadaran ku pun melayang.

Setelah Ayah mengambil uang, aku sadar si-Avanza baru saja di nyalakan dan mundur tuk keluar dari parkiran. Tapi mataku masih terpejam.
Namun suara "srek esrek esrek" memaksa ku tuk membuka mata.
Avanza berhenti, Ayah istighfar, Ibu tak bersuara, ada taksi di belakang Avanza. Kumelihat seorang wanita yang baru keluar dari taksi itu dengan wajah agak pucat.
Ternyata terjadi gesekan antara ekor Avanza dan buntut si taksi biru.

Ayah keluar, menemui supir yang telah menghentikan taksi secara tiba-tiba ketika ayah menyuruh Avanza mundur tuk keluar dari parkiran.
Cerita baru saja dimulai.
Aku tak tahu apa yang telah terjadi.
yang ku tahu Ayah marah pada supir taksi biru itu.

Ibu yang sedari tadi tak terdengar suaranya tiba-tiba berkata "Kalualah dek! manga Ayah tu?".
Tanpa harus mencari kamus minang pun aku paham betul bahwa yang ibu bilang adalah "Keluarlah dek! Ayah ngapain tuh?" dan mempunyai maksud "Keluar dek! jagain ayah, sebelum semakin parah".

Karena panasnya ibu kota, selepas acara tadi, batik cokelatku telah kulepas dan hanya mengenakan kaos dalam.
Kaos ku kecil tapi longgar. Warnanya ungu pula.
Kukeluar dari mobil,
Perang mulut masih berlanjut,
Kuberdiri dengan mata kiri yang tertutup rambut.
Kedua tangan di kantong, kutatap mereka dengan pandangan kosong.

Seketika supir taksi itu menoleh kearah ku.
Kutatap matanya tanpa rasa ragu.
Ia kembali ke arah ayah, dengan gestur wajah yang tak mau kalah.

Setelah kuamati, barulah ku pahami.
Ternyata, ketika Avanza mau keluar ke arah kanan, otomatis ekornya mundur kekiri. Dan ketika Avanza mau mundur, Ayah lihat kalo taksi biru ini jalan dibelakang Avanza. Posisi Avanza tegak lurus dengan Taksi.
Setelah Ayah kira taksi biru ini telah berlalu, ternyata si taksi berhenti menurunkan penumpang tepat di ekor Avanza bagian kanan. Nah, timbullah gesekan antara ekor kanan Avanza dan buntut kiri taksi biru.

"Ini salah bapak"
"Anda ini bagaimana? Jelas-jelas saya mundurin mobil anda tau-tau berhenti mendadak d belakang saya"
"kalo bapak mau keluar harusnya liat sekitar dong! Jelas-jelas saya berhenti nurunin penumpang"
"Saya lihat anda lewat di belakang saya, dan harusnya anda sudah diluar sana. Tapi anda mendadak berhenti di belakang saya"
"loh, saya kan gak tau ni mobil ada orangnya apa enggak. Masak saya harus turun dulu ngecek? enggak kan?"
"Apa anda tidak melihat lampu belakang saya hidup?"
"loh, kan saya gak tau pak"
"Nah, disitu salah anda"
"Tapi kan bapak harusnya liat spion"
"Saya lihat kiri, tengah, dan untuk apa saya lihat kanan? orang saya kira anda sudah jalan"
"Nah, kalo gitu salah siapa? Bapak kan?"
Perang mulut tadi siang tak mungkin kuketik semua disini.
Sempat juga Ayah menelfon temannya yang polisi.
Sebenarnya hanya menggertak saja.

Akupun bingung, siapa yang salah.
Menurutku semua salah, karena semuanya manusia, memang sudah semestinya jadi tempatnya salah dan lupa.
Sempat terbesit fikiran "coba mereka debat mencari 'siapa yang benar!' pasti tak kan seribet ini.".
Sempat juga terfikir "gimana kalo setannya nambah? mungkin adu mulut ini bisa di integralkan jadi adu fisik".

Karena fikiran tadi,
Aku pun menyilangkan tangan di dada.
Bagai bodyguard berbaju ketat, memamerkan tangan yang berurat.
Bermuka masam agar terlihat seram.

Tapi semua itu tiada guna.
Setelah 25 menit yang menegangkan, sumpah pun telah di tawarkan.
Akhirnya Ayah hendak mengeluarkan dompet, "yasudahlah saya ganti".

"Nah, begini dong" hatiku mulai agak tenang.
Walaupun si supir bilang "Halah gak sudi.".
Mulutnya bilang tak sudi, tapi matanya melirik ke tangan Ayah yang masuk ke kantong.
Dan aku tak tahu hatinya bilang apa.

Tiba tiba..
Ibu keluar dari Avanza dan menarik tangan Ayah yang memegang dompet.
"Ngapain ayah.. dia yang salah kok"
"pokoknya saya gak ikhlas" kata sisupir sambil masuk ke taksinya.
"yeee harusnya kita yang gak ikhlas, kamu yang salah kok. lagi pula gores dikit aja." kata Ibu dengan penuh rasa kesal.

Kamipun kembali kemobil.
hampa.
Belum ada yang berani bicara.
Hingga Ibu berkata "ngapain Ayah kasih dia?"
"Ayah takut dosa." jawab Ayah.
"Baguslah, Ayah membalas dengan cinta. hehe" disini kesempatanku bicara.
Ayah dan Ibu tertawa.
Lalu Ayah menimpali "kita sama-sama salah. Tapi Ayah rasa dia yang salah".
"dan Ayah tidak sukanya dia tak mau merasa salah, malah menyalahkan,"
dan Ibu kembali bertanya "ya ngapain Ayah yang ganti?"
"Ayah gak mau ganti semua, ya bantu dikitlah, lagipula dia supir taksi.".
dan Aku menambahkan "Mungkin kalo tadi Ayah jadi ngasih, bakal banyak rezeki lain buat kita. haha"
Kami kembali tertawa.

"Kira-kira apa dosa kita hari ini dek? Kok jadi kayak gini?" Tanya Ayah.
"Mungkin gara-gara makan berdiri tadi yah. hahah" Jawabku sambil bercanda.
"Tenang aja yah, Semakin berat cobaan, pertanda semakin kuat iman." Tambahku.
Lalu Ayah bertanya"Apa jangan-jangan karena kita belum sholat dzuhur?"

Oh iya,
Aku langsung ingat ceritanya Umar bin khottob yang mewakafkan kebun kurmanya karena ia masbuk sholat ashar.
Karena sibuk dengan kebun kurmanya ia terlambat sholat ashar.
Mungkin karena belum sholat dzuhur, Ayah harus mewakafkan ekor kanan Avanza dengan kelecetan.

Jumat, 28 Juni 2013

Akhir yang Awal

20 April 2013, aku dinyatakan wisuda dari pondok pesantren modern islam Assalaam.
6 tahun ku selami samudra ilmu dengan warna-warni kehidupan.
Suka duka, tangis tawa, sedih bahagia, benci cinta, puji cela, semua telah kurajut menjadi sebuah cerita. Cerita berharga yang tak ingin ku lupa.

Warna-warni inilah yang memperkenalkan padaku apa itu dunia.
Mengajariku bagaimana bertahan hidup diatasnya.
Bagaikan buntalan-buntalan benang yang kan ku jahit menjadi sebuah baju, melindungiku dari dinginnya malam.

Lulus dari Assalaam yang penuh warna bagaikan menegak es teh hangat, ngemut lolipop rasa rendang, mengunyah apel yang dicecah sambel.
Rasanya rancu.
Kalau ku bilang rasa ini "sendu" (antara senang dan duka).
Senang bisa menyelesaikan proses pembelajaran nan panjang lagi berat dengan husnul khotimah.
Duka harus meninggalkan semuanya.

Belum reda semua rasa di dada, namun fakta haruslah dicerna.
Akhir ini adalah awal sesungguhnya.
Warna-warni ini adalah alas dari warna-warna berikutnya.
Rajutan cerita ini akan tersambung dengan rajutan-rajutan lainnya.
Aku pun harus pergi ke rantauan selanjutnya.

Bandung memanggilku.
Dia memanggil seolah menantang.
Menantang dengan berbagai macam tantangan.
Aku Anshar Zamrudillah Arham hanya takut pada-Nya, tidak takut dengan tantangan.

1 hari setelah menelan rancunya rasa wisuda, aku pun menghadiri panggilan si Bandung.
Berbekal 11 tentengan, ditemani mommy, daddy, dan abang, kuterima beragam macam tantangan si Bandung.
Tantangan si Bandung lah yang mengawali akhir ini.

Rabu, 26 Juni 2013

Malam Perkenalan

ya, selamat malam.
........
ya betul, saya. sendiri ada apa?
.......
ohh, anda yang namanya blog.
...
ngomong-ngomong kamu tau saya darimana?
.........
ohh, iya. saya lupa kalo saya terkenal.
:O